Firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan” (QS. Al Baqarah: 233)
Allah tidak akan
memerintahkan manusia kepada sesuatu hal melainkan disitu terdapat kebaikan
yang banyak, lalu apa hikmah dibalik perintah tersebut? Sejalan dengan itu,
World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif (ASI
saja, tanpa air, cairan lain, atau makanan padat) selama enam bulan. Pemberian
ASI kepada bayi juga disarankan untuk dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun.
Air
susu ibu (ASI) merupakan cairan kompleks sarat nutrisi yang mengandung
antibodi, enzim, dan hormon. Semua kandungan ASI punya manfaat terhadap
kesehatan. Saat ini, lebih dari 200 jenis komponen yang dapat dikenali,
terdapat pada ASI. Zat gizi yang terkandung di dalam ASI meliputi protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Selain zat gizi, ASI juga
mengandung enzim, zat pelindung yang berguna sebagai daya tahan tubuh,
dan hormon serta zat pertumbuhan.
Sejak
1975, sebagian peneliti sudah menguji keberadaan bakteri di dalam ASI. Hasil
serangkaian penelitian menunjukkan bahwa terdapat bakteri baik (probiotik),
bakteri oportunis (bakteri yang dalam jumlah cukup tidak berbahaya namun
jika jumlahnya meningkat akan menimbulkan penyakit), dan bakteri patogen di
dalam ASI. Lactobacillus dan beberapa tipe Bifidobacterium adalah
contoh bakteri baik yang ditemukan pada ASI. Malah sudah ada penelitian yang
melakukan isolasi bakteri baik dalam ASI, dan hasilnya mereka menemukan 4 galur
bakteri baik dalam ASI yang termasuk golongan lactobacillus.
Bakteri
yang yang didapat bayi melalui ASI mempengaruhi kondisi mikroflora saluran
cerna. Sistem kekebalan tubuh terbesar manusia berada pada saluran cerna.
Kondisi terbaik adalah bila bakteri baik mendominasi saluran cerna. “Bakteri
baik memberi efek menguntungkan terhadap kesehatan karena mendukung fungsi
optimal saluran cerna dan menurunkan koloni bakteri jahat,” kata Dr. Rinawati
Rohsiswatmo, SpA(K) dari sub-bagian Perinatologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM.
Sebuah
penelitian yang dilakukan Harmsen HJM et. al pada tahun 2000 yang
dipublikasikan dalam BMJ, sebuah jurnal milik British Medical Association,
menyimpulkan perbedaan besar pada jumlah probiotik jenis Bifidobacteria antara
bayi yang diberi ASI dan bayi yang diberi susu formula. Pada bayi yang diberi
ASI, jumlah bifidobacteria mendominasi hingga 70 persen dari total mikroflora
saluran cerna saat bayi berusia 20 hari, sementara bayi yang diberi asupan susu
formula hanya punya porsi Bifidobacteria sebanyak 30 persen! Jadi, saluran
cerna bayi yang diberi ASI akan didominasi oleh bakteri baik.
Bakteri
berperan penting untuk menstimulasi daya tahan tubuh, membantu pematangan
imunitas, serta melindungi tubuh dari infeksi. Selain peran dalam sistem daya
tahan tubuh, bakteri juga membantu produksi mikronutrien seperti vitamin.
Setiap jenis bakteri yang terdapat dalam ASI dapat memodulasi sistem imunitas
dengan cara berbeda, misalnya Lactobacillus fermentum yang bertugas
sebagai agen immunostimulant, sementara Lactobacillus salivarius
berfungsi sebagai pencegah peradangan.
ASI
tidak hanya mengandung bakteri baik. ASI juga punya bakteri oportunis dan
bakteri patogen. Streptococcus dan Enterococcus merupakan jenis
bakteri oportunis yang ada pada ASI. Sedangkan Staphylaococcus adalah
bakteri patogen yang juga diberikan ibu kepada bayi saat menyusui. Anda tidak
perlu khawatir soal keberadaan bakteri patogen. Keberadaan bakteri patogen
merupakan mekanisme yang dibutuhkan bayi untuk mengenali “serangan” dan
menstimulasi kekebalan tubuh agar bisa memberi respons yang tepat. “Analoginya
seperti vaksinasi. Pemberian vaksin berarti memasukkan virus yang sudah
dilemahkan ke dalam tubuh anak agar tubuh mengenali virus tersebut. Jika suatu
hari ada virus yang sama menyerang tubuh, sistem kekebalan tubuh anak sudah
terlatih untuk melawan,” kata Erika Wasito, Nutrition Advisor Infant Nutrition
PT Nestle Indonesia.
Saat
berada dalam kandungan, janin mendapat asupan imunoglobulin (IgG) yang
disalurkan oleh ibu ke janin melalui plasenta. Perlindungan di dalam kandungan
akan terputus saat bayi telah lahir, padahal sistem kekebalan tubuh bayi belum
berfungsi sempurna. “Berbagai penelitian mengatakan bahwa perlindungan dari ibu
ke bayi masih dapat diteruskan apabila bayi sesegera mungkin memperoleh ASI,”
kata Dr. Rinawati.
Ada
tiga tahapan ASI, yaitu tahap kolostrum (ASI yang keluar pada 1-4 hari setelah
melahirkan), tahap transisi (4-10 hari), dan ASI matang (10 hari ke atas). Pada
fase kolostrum, ASI mengandung banyak sel darah putih, yaitu sel yang berfungsi
untuk melawan infeksi. Kolostrum mengandung sampai 5 juta per mm3 sel darah
putih, bandingkan dengan ASI matang yang “hanya” mengandung sekitar 1 juta per
mm3 sel darah putih. Karena itu, inisiasi dini bagi bayi yang baru lahir sangat
dianjurkan.
Selain
probiotik, masih banyak komponen ASI lain yang berfungsi untuk mematangkan
sistem kekebalan tubuh bayi. “ASI mengandung sejumlah besar IgA sekretori
(sIgA) yang dapat menetralisasi agen infeksi dan membatasi efek kerusakan
jaringan. ASI juga mengandung prebiotik, yaitu “makanan” bagi bakteri
baik. Oligosakarida adalah jenis prebiotik yang paling banyak dijumpai
dalam ASI. Begitu banyak perlindungan yang bisa Anda berikan kepada si banyi
mungil melalui air susu ibu. Penelitian oleh Gorofalo dan Goldman (1999) juga
menyatakan bahwa ASI mengandung hormon seperti insulin, tiroksin, dan faktor
pertumbuhan saraf. Ini semua tidak terdapat di dalam susu formula. Dan jika
Anda belum merencanakan untuk hamil lagi dalam waktu dekat, pemberian ASI bisa
menekan ovulasi secara alami. Ibu yang sedang menyusui punya kemungkinan hamil
lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui bayinya. Lalu ada apa
dengan para ibu yang enggan menyusui anaknya??
Wallahu
a’lam bishshowab
Esti
Ummu Najwa, S.Farm., Apt.
(Referensi:
Majalah Parents Indonesia, Majalah Farmasi Indonesia, dll.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar